Selasa, 10 September 2024

LP2S PALEMBANG - PESANTREN NURUL HUDA, GELAR PELATIHAN JURNALSITIK


Realitaterkini.com - PALEMBANG - Guna menambah kreatifitas santri dalam bidang menulis, Pondok Pesantren Nurul Huda Sukawinatan (PP-NHS) Palembang, Sumsel, menggelar Pelatihan Dasar Jurnalistik, yang dirangkai dengan agenda rutin ta’lim santri ba’da Isyak di Masjid Al-Husna, PP-NHS Palembang, Senin (10/9/2024).

Pada kegiatan itu, PP-NHS Palembang, menggandeng Lembaga Pendidikan Pers Sriwijaya (LP2S) Palembang, sebuah lembaga pendidikan pers di Bumi Sriwijaya yang berdiri sejak tahun 2013. 

Hadir sebagai pembicara, Denny Saputra, ST, Jurnalis dan Imron Supriyadi, S. Ag, M. Hum, Pendiri dan Direktur Eksekutif LP2S Palembang.

Pelatihan jurnalistik yang bertema “Menulis berita dan cerita” ini diikuti 26 santri, putra dan putri, PP NHS Palembang dan utusan PP Daarul Iman Muara Kuang, Ogan Ilir (OI), yang sedang belajar di PP NHS Palembang.

Di awal materi, Denny menjelaskan tentang pengertian jurnalis, wartawan dan reporter. Menurut Denny, pada prinsipnya secara bahasa tiga sebutan itu sama. Hanya saja diantara lembaga atau industri pers yang kemudian menyebut profesi ini, dengan jurnalis, wartawan atau reporter. 

“Kalau jurnalis, lebih umum. Tidak secara khusus harus bekerja di sebuah media. Jadi seorang penulis freelance yang aktif memberi kontribusi tulisan ke media bisa disebut jurnalis. Wartawan lebih khusus, dia harus bekerja di sebuah lembaga atau industri media. Kalau repoter biasanya sering dipakai di lembaga radio dan televisi. Tapi pada prinsipnya tugasnya sama, apakah wartawan, jurnalis dan reporter, yaitu mengumpulkan informasi, menggolah data dn menulis, serta menyebarkan berita. Itu hanya soal sebutan saja,” ujarnya.


Lebih lanjut, Denny menjelaskan tentang perlunya santri bisa menulis. Baik menulis berita maupun cerita fiksi (cerita) yang berbasis pesantren. “Saya yakin, di pondok pesantren banyak kisah unik yang luar biasa. Bisa ditulis dalam bentuk berita maupun fiksi (cerita). Dan satu lagi, informasi dari pesantren sangat diperlukan masyarakat. Sebab tidak semua masyarakat mengetahui tentang kegiatan di pesantren. Inilah tugas para santri untuk bisa menulis berita dan cerita,” tegasnya.

Pembicara kedua, jurnalis senior di Sumsel, Imron Supriyadi. Pada sesi kedua ini, dosen jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komnunikasi (FDK) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang ini lebih fokus pada teknis penulisan. Sebagai pengenalan awal, Ketua Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Palembang periode 2009-2011 ini menjelaskan tentang 5 W+1 H, rumus dasar menulis berita. 

Menit berikutnya, Imron mengajak para santri belajar menulis lead berita dengan pola piramida terbalik. Kali itu, Imron menampilkan beberapa santri untuk memaparkan hasil tulisannya. Kali itu beberapa santri ada yang menulis dalam versi reportase TV dan radio. Santri lainnya menulis berita dalam format online dan cetak.

Kegiatan yang baru perdana di gelar di PP NHS ini, menurut Imron di masa mendatang akan ditindaklanjuti dengan pelatihan serupa di sejumlah pondok pesantren Palembang dan di wilayah Sumsel. “Insya Allah, LP2S, ke depan akan mulai melakukan road show ke sejumlah pesantren untuk melatih santri menulis berita dan cerita. Tujuannya agar para santri memiliki keterampilan menulis. Harapan saya, di tahun berikutnya akan lahir jurnalis yang memiliki basis pesantren. Sehingga informasi dari pesantren bisa ditulis sendiri oleh para santri, tanpa harus mengudnag wartawan,” tegasnya.

Acara kemudian ditutup dengan doa dan pembacaan puisi “Ibu” karya Kh Mustofa Bisri, dibacakan oleh Gus Faiz Nur Fahmi, Putra dari KH Nurrohman, Pendiri dan Pimpinan Pondok Pesantren Riadluttholibien, Ogan Ilir, Sumsel.

Menanggapi kegiatan itu, Pendiri dan Ketua Pembina Yayasan Nurul Huda Sukawinatan, KH Husni Thamrin mengharapkan, agar kegiatan ini tidak hanya dilakukan sesaat saja. Tetapi harus ditindaklanjuti dengan pembinaan secara intensif oleh para mentor. Tujuannya, menurut Husni Thamrin, agar pemahaman tentang jurnalistik bagi santri bisa lebih dalam dan bisa menulis berita, sebagaimana wartawan profesional. 

“Nilai lebihnya, kalau wartawan dilahirkan dari pesantren, diharapkan sudah memilki basis moral, dan bisa menulis berita yang bernilai dakwah untuk kepentingan umat,” tegasnya.

Denny

0 komentar: